Entah ada angin apa, ketika tidak
sengaja aku melintas di depan sebuah Sekolah Dasar perhatian ku tertuju
ke seorang gadis kecil berseragam putih merah yang menyandang sebuah
ransel hitam di bahu nya. Saat itu keadaan sedang ramai-ramainya, karena
memang merupakan waktu bubar sekolah. Banyak orang tua murid yang
berbondong-bondong menjemput buah hati nya, dari pejalan kaki, kendaraan
beroda dua sampai ke kendaraan beroda empat.
Mungkin, hal ini lah yang
membuat ku tertarik pada sosok gadis kecil itu. Dikala teman-temannya
bermanja-manja dengan orang tua nya, langkah kecilnya berayun sendiri
menyusuri jalan gang di samping sekolah. Tak ada langkah yang gontai,
apa lagi lesu yang ku lihat. Gadis kecil itu melangkah dengan riang,
sambil sesekali menaikkan tali ransel yang melorot dari bahu nya di kala
ia berlari-lari kecil.
Sampai di sini, aku terpaksa
harus turun dan memarkirkan si hitam di tepi jalan. Rasa penasaran ku
terus membawa ku mengikuti langkah kecil itu. Huft... jalan setapak ini
begitu becek karena deras nya hujan yang melanda semalam. "sudah
kepalang tanggung!", ujar ku dalam hati, dan kemudian meneruskan langkah
mnyusuri jalan setapak ini.
Aku berdiri tersembunyi di sisi
rumah bedengan, ketika ku lihat langkah itu berhenti di depan sebuah
pintu, yang terletak di bawah rumah panggung (Rumah kayu tinggi
bertiang-red). Kalau menurut analisa ku, tinggi tiang penyanggah rumah
tinggi (yang ternyata merupakan rumah gadis kecil itu-red) hanya sekitar
dua meter. Hmm... bisa aku bayangkan kan betapa pengapnya di dalam
rumah itu bila dalam cuaca panas.
Setelah menunggu beberapa saat,
akhirnya pintu itu terbuka. Gadis kecil itu menyalami tangan seorang
wanita separuh baya yang sepertinya adalah ibu nya. Setelah bercengkrama
sebentar, sosok gadis kecil itu pun hilang saat ia masuk ke dalam
rumah.
Sesaat aku berpikir untuk
melangkah pulang meninggalkan tempat ku berdiri dan mengamati, tetapi
aku mengurungkan niat ku ketika ku lihat gadis kecil itu keluar kembali
dari pintu dengan membawa sebuah bakul kecil bertutup serbet. Ia sudah
berganti pakaian, dan sekali lagi ia menyalami tangan ibu nya, kemudian
memakai sandal jepit dan berjalan menuju jalan setapak di samping
rumah.
Ketika ku lihat pintu rumah nya
kembali tertutup, aku kemudian bergegas mengikuti langkah gadis kecil
itu. Ya Tuhan... langkah kecil itu begitu cepat meninggalkan langkah ku
yang kepayahan berjibaku dengan tanah becek nan licin. Sampai akhirnya
aku kehilangan jejak...
Dengan susah payah aku
menundukkan jalan becek nan licin itu, sampai kemudian aku mendapati
kalau langkah ku berakhir di pinggiran rel kereta api. Aku masih
berusaha mengitari pandangan ku mencari sosok gadis kecil itu di antara
anak-anak lainnya yang juga menyandang bakul atau kotak, hmm... ternyata
mereka adalah anak-anak berprofesi pedagang aska (aska-asongan kereta
api).
Aku mengangguk-anggukan kepala
ku tanda mengerti dan yakin kalau gadis kecil itu juga merupakan bagian
dari anak-anak pedagang aska, tapi sayang.. sampai akhirnya aku
meninggalkan kawasan pinggiran rel kereta api, aku tidak melihat lagi
sosok gadis aska itu.
0 komentar :
Posting Komentar